Pap : “Bagaimanapun juga dia adalah saudara papah”
Pernah dengar peribahasa sunda ‘buruk-buruk papan jati …?’.
Diceritakan oleh pihak ketiga, bahwa konon katanya pernah suatu waktu papaku ‘dikerjai’ oleh kerabatnya sendiri (kerabat jauh). Sang kerabat dipercaya oleh pap untuk mengurus bisnis kebun cengkeh. Kejadiannya akhir tahun 90an. Tapi sayang, kerabat tersebut malah mengkhianati kepercayaan pap.
Minta uang puluhan juta untuk mengembangkan usaha tapi ga ada hasil. Dengan alasan cengkehnya terbakar atau gimana, ga ngerti. Yang jelas hasil panen cengkeh gagal total, ga bisa dijual dan pap mengalami kerugian besar. Ga ada yg tau apakah uang yg papa berikan itu memang benar digunakan untuk usaha kebun cengkeh atau digunakan untuk yang lainnya.
Info di lapangan menyebutkan bahwa sebenarnya ini bisa dikategorikan sbg penipuan dan sebaiknya dilaporkan ke polisi saja. Penjara menanti.
Papaku menolak keras sambil berkata : “buruk-buruk papan jati, bagaimanapun dia adalah saudara papah”.
Sedikit sulit untuk menjelaskan peribahasa ini. Kayu jati memang dikenal karena kualitasnya yg bagus, kuat, tahan lama, tidak mudah berjamur/busuk, tahan di udara lembab dan dari serangan hama/serangga, klasik dan mahal.
Walaupun digambarkan sebagai ‘papan jati’ yang cenderung lebih tipis atau berkualitas rendah, tapi tetap saja dia berasal dari pohon/kayu jati.
Jadi sejelek-jeleknya saudara, dia tetaplah saudara kita. Walaupun dia ada kesalahan kita harus tetap menolongnya dan memaafkannya.
Hubungan/ikatan darah dengan saudara lebih kental dari pada pertemanan atau suami/istri.
Papaku memberikan kepercayaan penuh kemudian dikecewakan tapi bisa-bisanya papa masih membela orang yg berbuat salah. Itu karena papa memegang prinsip paribasa sunda tadi.
Plaakkk … *Serasa ditampar bolak-balik. Mungkinkan aku sanggup berpikir ke arah sana jika berada di posisi yg sama dgn papaku saat itu …??
-bersambung-
_belajar menulis spontan_
_free writing_